Oleh: Dr. (c) M. SUNANDAR YUWONO, SH., MH
(yang akrab disapa Bang Sunan)
Infoombbsiberindonesia.com-Tangerang Selatan — Suasana ruang diskusi Majelis BPSK WKP I Banten pagi itu berbeda dari biasanya. Hangat namun penuh keprihatinan. Isu yang sedang dibicarakan kali ini adalah fenomena yang makin marak di tengah masyarakat: jual beli secara online yang justru kerap merugikan konsumen.
Bang Sunan, seorang praktisi hukum sekaligus akademisi yang dikenal tajam dalam membaca dinamika hukum konsumen, menyampaikan keprihatinannya di hadapan para anggota majelis.
“Kita menyaksikan ledakan e-commerce yang luar biasa, tetapi di balik kemudahannya, banyak konsumen jadi korban: barang tidak sesuai, pengiriman bermasalah, bahkan penipuan digital makin lihai mengelabui masyarakat,” ujar Bang Sunan.
Potret Nyata Pengaduan Konsumen
Salah satu anggota Majelis BPSK mengangguk sembari membagikan data bahwa dalam dua tahun terakhir, pengaduan terkait transaksi online meningkat signifikan.
“Dulu kasus-kasus BPSK didominasi toko fisik, kini lebih dari 60% sengketa yang masuk terkait platform online, baik itu marketplace besar maupun pelaku usaha individu yang jualan lewat media sosial,” jelasnya.
Bang Sunan menambahkan, dalam banyak kasus, pelaku usaha online kerap tidak mencantumkan identitas jelas, tidak memberikan nota transaksi, dan sulit dihubungi ketika terjadi masalah.
“Bahkan ada yang dengan sengaja memalsukan bukti pengiriman. Konsumen kadang tidak tahu harus lapor ke mana, dan akhirnya pasrah,” tambahnya.
Perlindungan Konsumen Masih Lemah di Dunia Digital
Majelis sepakat bahwa UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen secara substansi masih relevan, namun implementasinya belum mengimbangi era digital. Banyak ketentuan yang belum mengatur secara rinci tentang transaksi daring.
“Regulasi OJK, Kominfo, bahkan Perdagangan sudah mulai menyesuaikan, tapi di lapangan masih banyak celah. Kita perlu sinergi antara BPSK, lembaga perlindungan konsumen swasta, dan penegak hukum,” ujar Bu Gina salah satu anggota majelis yang hadir
Bang Sunan menegaskan bahwa peran BPSK harus ditingkatkan:
“Majelis BPSK bukan hanya tempat menyelesaikan sengketa. Kita juga punya tanggung jawab moral untuk melakukan edukasi dan advokasi. Konsumen harus paham hak-haknya, jangan hanya tergiur harga murah.”
Perlu Reformasi Regulasi dan Literasi Digital
Dalam diskusi, muncul gagasan bahwa reformasi hukum perlindungan konsumen digital adalah keniscayaan. BPSK juga perlu diberikan kewenangan mediasi lintas platform dan didukung dengan akses digital pengaduan cepat, agar bisa menjangkau korban transaksi online yang selama ini tersembunyi.
Bang Sunan menutup bincang-bincang dengan pernyataan yang menginspirasi
“Jangan sampai masyarakat kita dipaksa cerdas sendiri di tengah pasar yang bebas tapi tidak adil. Negara, lewat BPSK dan semua instrumen hukumnya, harus hadir — tidak hanya menindak, tapi juga melindungi dan mendidik.”
Diskusi antara Majelis BPSK yang piket hari kamis dan Bang Sunan adalah cermin dari kegelisahan sekaligus harapan. Bahwa perlindungan konsumen, terutama di ranah digital, bukan hanya soal hukum, tetapi soal keadilan dan kemanusiaan. Kini saatnya pemerintah, lembaga, dan masyarakat bergandeng tangan memperkuat ekosistem perlindungan konsumen di era e-commerce yang terus berkembang.