Sabtu, Agustus 23, 2025
Google search engine
BerandaBerita DesaDugaan Kelalaian Medis Berbalik Arah, Muncul Isu Pemerasan dalam Kasus dr. Ratna

Dugaan Kelalaian Medis Berbalik Arah, Muncul Isu Pemerasan dalam Kasus dr. Ratna

InfoombbsiberIndonesia,com
Pangkalpinang – Kasus dugaan kelalaian medis yang menjerat dr. Ratna Setia Asih, Sp.A., dokter spesialis anak di RSUD Depati Hamzah, terus memanas. Suami dr. Ratna, Wahyu Seto Aji (46), membeberkan fakta mengejutkan: sebelum perkara ini berjalan di ranah hukum, sudah ada upaya damai dengan keluarga pasien anak bernama Aldo Ramadani (10) yang meninggal pada Desember 2024. Namun, permintaan kompensasi yang diajukan pihak keluarga dinilai tak masuk akal. Jumat (15/8/2025).

Wahyu menyebut, ayah kandung almarhum Aldo, Yanto (45), meminta kompensasi sebesar Rp 2,8 miliar. Permintaan itu disampaikan dalam pertemuan di rumah sekaligus kantor pengacara keluarga pelapor, Andi Kusuma, di Merawang.

Menurut Wahyu, angka tersebut dimaksudkan untuk biaya tanggung jawab atas kematian anak, pembangunan masjid atas nama almarhum, biaya pendidikan adik-adiknya, dan kebutuhan lain sebagaimana disebutkan Yanto.

“Pak Yanto menyampaikan langsung kepada kami permintaan sebesar Rp 2,8 miliar. Pertemuan itu untuk membicarakan penyelesaian secara damai atau kekeluargaan. Namun jumlah itu jelas tidak mungkin kami sanggupi, apalagi dibebankan sepenuhnya kepada istri saya, sementara ada tujuh dokter lain yang terlibat penanganan, baik dari klinik maupun RSUD, termasuk pihak manajemen,” ujar Wahyu, Jumat (15/8/2025).

Padahal, kata Wahyu, sebelum pertemuan tersebut pihaknya sudah memenuhi permintaan Yanto untuk meminta maaf langsung di pusara Aldo dan di hadapan seluruh keluarga.
Bahkan, Yanto saat itu sempat mengatakan tidak menginginkan kompensasi materi, asalkan tenaga medis yang merawat Aldo mau menyampaikan permintaan maaf secara langsung dan mendoakan di makam.
“Dengan ikhlas kami sempat menyampaikan dana kompensasi sebesar Rp 150 juta namun ditolak. Tapi belakangan muncul lagi permintaan Rp 2,8 miliar. Itu sangat berat dan terkesan tidak konsisten,” ungkap Wahyu.

Kuasa Hukum: Terkesan Pemerasan
Kuasa hukum dr. Ratna, Hangga Oftafandy, S.H., dari Firma Hukum Hangga Of, menilai permintaan kompensasi sebesar itu terlalu berlebihan dan membuka indikasi adanya pemanfaatan kasus kematian ini untuk kepentingan lain.

“Klien saya keberatan. Angka Rp 2,8 miliar itu sangat besar dan justru terkesan seperti pemerasan,” tegas Hangga.

Ia menambahkan, pihaknya juga akan melaporkan dugaan maladministrasi dalam proses pemeriksaan kasus ini. Menurutnya, ada indikasi kesalahan prosedur administrasi yang justru mengarah pada kriminalisasi tenaga medis.

“Kesalahan prosedur yang sampai membuat seseorang dipidana adalah pelanggaran serius. Ini harus diusut tuntas. Kalau proses ini tidak bersih dan penuh intervensi, maka kami akan bongkar sampai ke akarnya,” ujarnya.

Hangga mengungkapkan, laporan dugaan pemerasan terhadap Yanto juga tengah dipertimbangkan. Baginya, kematian seorang anak adalah tragedi, namun tidak boleh dijadikan alat untuk menekan atau mencari keuntungan materi dengan cara yang melampaui kewajaran.

Latar Belakang Kasus
Kasus ini bermula dari meninggalnya Aldo Ramadani pada Desember 2024. Ditkrimsus Polda Bangka Belitung menetapkan dr. Ratna sebagai tersangka dengan sangkaan Pasal 440 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Pasal ini mengatur sanksi pidana bagi tenaga medis atau kesehatan yang lalai hingga menyebabkan luka berat atau kematian pasien.

Namun, pihak dr. Ratna menilai penetapan tersangka tersebut sarat dengan kejanggalan prosedur, mulai dari proses pemeriksaan, rekomendasi Majelis Disiplin Profesi (MDP), hingga intervensi pihak luar.

“Sejak awal kami ingin menyelesaikan secara baik-baik, tapi permintaan kompensasi yang tidak rasional ini justru membuat situasi semakin rumit. Kami akan lawan proses yang tidak adil ini dengan jalur hukum,” pungkas Hangga.

Kasus ini diperkirakan akan menjadi sorotan publik dan komunitas medis di Bangka Belitung, mengingat menyentuh isu sensitif: etika profesi, hak pasien, dan potensi kriminalisasi tenaga kesehatan.

Jika laporan dugaan pemerasan dan maladministrasi resmi dilayangkan, proses hukum akan berhadapan pada dua jalur: pembuktian kelalaian medis dan pembuktian tindak pidana lain yang muncul di balik layar.

(Didi /KBO Babel)

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -spot_imgspot_img
- Advertisment -spot_img

Most Popular

Recent Comments