Infoombbsiberindonesia.com-Kendari – Penetapan Kepala Desa Bangun Jaya sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyerobotan lahan konservasi oleh Tim Penyidik Ditreskrimsus Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) mendapat sorotan tajam dari Ketua Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PC IMM) Kota Kendari, Dirman.
Dalam keterangannya pada Kamis (11/09/2025), Dirman menilai proses hukum yang dilakukan oleh Polda Sultra tidak berjalan transparan dan terkesan janggal. Ia menyoroti ketidakhadiran Polda Sultra dalam rapat dengar pendapat (RDP) di DPRD Sultra, serta tidak dilibatkannya Pemerintah Desa, masyarakat, dan pemangku kepentingan kehutanan dalam proses pengecekan lahan.
“Sikap ini sangat tidak gentle. Ada kesan bahwa proses hukum yang dilakukan tidak melibatkan pihak-pihak terdampak dan berpotensi cacat prosedural. Saya menduga adanya indikasi kriminalisasi terhadap Kepala Desa Bangun Jaya,” ujar Dirman.
Ia menegaskan bahwa penegakan hukum seharusnya melibatkan seluruh stakeholder agar prosesnya berjalan objektif dan bisa dipertanggungjawabkan.
“Saya mengecam keras tindakan sepihak ini dan mendesak Kapolda Sultra untuk bersikap profesional. Jangan ada kongkalikong di balik proses hukum, karena ini hanya akan merusak citra institusi kepolisian,” tegasnya.
Dirman juga menyoroti absennya Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam proses klarifikasi, baik dalam tahap penyidikan maupun saat RDP di DPRD Sultra. Ia bahkan meminta Kapolda Sultra mencopot Kepala Ditreskrimsus beserta tim penyidiknya.
“Kami juga mendesak Kapolri agar mengevaluasi kinerja Kapolda Sultra, karena penanganan kasus ini telah menimbulkan keresahan publik dan memperburuk citra kepolisian di mata masyarakat,” ujarnya.
Tak hanya soal proses hukum, Dirman juga menyoroti keberadaan PT Tiran Indonesia Sultra (PT TIS) yang beroperasi di Desa Bangun Jaya, Kecamatan Lainea. Ia menyebut bahwa perusahaan tersebut tidak pernah melakukan sosialisasi kepada masyarakat sebelum mulai beroperasi, sehingga menimbulkan konflik horizontal di tengah warga.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK Nomor 13/LHP/XVII/05/2024 tertanggal 20 Mei 2024, diketahui bahwa PT TIS membuka kawasan hutan seluas 155,26 hektare tanpa Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH).
“Dari luasan tersebut, 150,13 hektare berada di Areal Penggunaan Lain (APL), dan 5,13 hektare masuk kawasan Hutan Lindung. Ini jelas pelanggaran serius,” tegas Dirman.
Selain itu, PT TIS juga belum menempatkan Jaminan Reklamasi (Jamrek) dan jaminan pascatambang, yang wajib dilakukan untuk menjamin pemulihan lingkungan setelah aktivitas tambang berakhir.
“Kami mendesak agar seluruh dokumen perizinan PT TIS segera diaudit ulang. Keberadaan tambang harus membawa manfaat, bukan malah menyulut konflik dan merusak lingkungan,” imbuhnya.
Dirman juga menyayangkan pernyataan Camat Lainea yang mengaku tidak mengetahui bahwa Kepala Desa Bangun Jaya telah ditetapkan sebagai tersangka. Informasi itu, kata Dirman, justru baru diketahui camat dari pemberitaan media online.
“Hal ini menunjukkan bahwa Camat tidak proaktif dan kurang memperhatikan kondisi pemerintahan di wilayahnya. Sangat disayangkan jika seorang pemimpin wilayah tidak mengetahui persoalan hukum yang menimpa bawahannya,” ucap Dirman.
Ia pun mengkritik pernyataan camat yang menyebut infrastruktur jalan di Desa Bangun Jaya sudah bagus.
“Fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya. Jalan di Desa Bangun Jaya masih jauh dari kata layak. Sepertinya Pak Camat belum pernah turun langsung ke lokasi,” tutup Dirman. (Rls)