
Infoombbsiberindonesia,com.
Sungailiat, Bangka Belitung – Senin (22/09/2025), di sebuah rumah sederhana di sudut Sungailiat, suara lantunan ayat suci sering terdengar membelah sunyi pagi. Dari ruang tamu kecil itu, perjalanan seorang pemuda bernama Ahmad Dasuki, SQ, S.Ag dimulai. Siapa sangka, lantunan yang dahulu hanya terdengar di surau kecil kampung, kini menggema hingga panggung internasional di Eropa. Tahun 2025, Dasuki resmi ditunjuk mewakili Indonesia di ajang Musabaqah Hifdzil Qur’an (MHQ) 30 juz dalam perhelatan MTQ Internasional Kroasia.
Namun, pencapaian ini tidak lahir dalam semalam. Ia adalah hasil dari perjalanan panjang, disiplin keras, doa yang tak pernah putus, serta lingkungan yang membentuknya sejak kecil.
Dasuki lahir di Karawang, 16 Oktober 2002. Sejak kecil, ia hidup dalam keluarga yang menanamkan nilai religius. Ayahnya, Dadang Abdul Mu’in, adalah ustadz sekaligus pegawai Pemerintah Kabupaten Bangka. Sementara ibunya, Pipih Afifah, seorang guru mengaji yang sabar dan penuh kasih.
“Sejak bayi, Dasuki sering saya tidurkan dengan lantunan ayat-ayat Al-Qur’an. Itu menjadi doa dan kebiasaan kami,” kenang Pipih Afifah ketika ditemui di rumahnya.
Di lingkungan itu, Dasuki tumbuh dengan pola asuh yang ketat namun penuh kasih sayang. Ia terbiasa melihat ayahnya memberi contoh disiplin waktu, sementara ibunya tak henti menanamkan kecintaan terhadap Kalamullah.
Kebiasaan kecil inilah yang kemudian menjadi pondasi. Saat anak-anak lain sibuk bermain, Dasuki justru betah mengulang hafalan surah-surah pendek. Bahkan di usia TK, ia sudah berani mengikuti lomba MTQ dan meraih juara umum.
Dasuki mengawali sekolah dasar di SDN 30 Bedeng Ake Sungailiat. Di bangku sekolah inilah bakatnya semakin tampak. Guru-guru mengingatnya sebagai murid yang rajin dan tekun. Setiap jam istirahat, ketika teman-temannya bermain di halaman, Dasuki sering terlihat membaca Al-Qur’an di pojok kelas.
Lalu perjalanannya berlanjut ke Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah Al-Wathoniyyah di Jakarta. Perpindahan ke ibu kota bukan perkara mudah bagi seorang anak kampung. Namun, di sanalah ia menemukan panggung yang lebih besar untuk mengasah bakatnya.
Tahun-tahun di Jakarta diwarnai perjuangan. Dasuki harus beradaptasi dengan ritme kehidupan kota yang keras. Namun, di tengah hiruk-pikuk itu, ia justru menemukan kekuatan: lingkungan pesantren.
Hafidz 30 Juz di Usia Remaja
Tahun kelas X MA, Dasuki menorehkan pencapaian luar biasa: menuntaskan hafalan 30 juz Al-Qur’an. Di usianya yang masih belia, hal itu adalah capaian monumental.
“Rasanya seperti beban besar terangkat. Tapi justru di situlah ujian sesungguhnya dimulai. Menjaga hafalan itu jauh lebih berat daripada sekadar menghafal,” ujar Dasuki.
Momen ini menjadi titik balik. Gelar Al-Hafidz yang ia sandang bukan hanya predikat, melainkan tanggung jawab besar. Dari sinilah jalan menuju panggung nasional dan internasional terbuka.
Jejak prestasi Dasuki seolah tak pernah putus.
2015–2018: Juara 1 MTQ Kabupaten Bangka kategori 5 juz, empat tahun berturut-turut.
2019: Juara 1 kategori 20 juz tingkat kabupaten.
2020: Juara 1 kategori 20 juz tingkat provinsi.
2021: Juara 1 Tahfidz 10 juz tingkat provinsi.
2024: Juara 1 MTQ Provinsi Bangka Belitung cabang Tahfidz 30 juz.
2025: Juara 2 MTQ Provinsi cabang Tahfidz 30 juz & Tafsir Bahasa Indonesia.
Prestasinya menembus kancah internasional sejak 2018, ketika ia masuk 10 besar Musabaqah Hifdzil Qur’an di Arab Saudi. Pada 2016, ia juga masuk 9 besar MTQ Nasional cabang Tahfidz 5 Juz & Tilawah Qur’an di NTB.
Tak hanya lomba, wajah Dasuki pun menghiasi televisi nasional, dari Damai Indonesiaku TV One (2014–2019) hingga Cahaya Hati iNews TV (2018).
Kunci di Balik Kesuksesan
Jika ditelusuri lebih dalam, ada tiga faktor utama yang menjadi kunci keberhasilan Dasuki:
Peran Keluarga
Doa orang tua adalah pondasi. Ayahnya menanamkan kedisiplinan, ibunya menanamkan kelembutan. Kombinasi ini membentuk karakter Dasuki yang teguh sekaligus rendah hati.
Lingkungan Pesantren
Disiplin ketat pesantren bukan hanya soal ibadah, tetapi juga manajemen waktu. Di Pondok Pesantren Tahfidz Qur’an Istana Al-Qur’an Sirrul Asror Jakarta (2014–2020), Dasuki ditempa bukan hanya menjadi penghafal, tapi juga pendidik.
Dukungan Sosial dan Institusi
Universitas PTIQ Jakarta memberinya ruang untuk berkembang. Ia bahkan dipercaya sebagai Kepala Divisi Tahfidz Ma’had Al-Qur’an (2021–2024), lalu kini menjadi dosen Tahfidz Al-Qur’an di kampus yang sama.
Di balik sorotan kamera, Dasuki adalah sosok sederhana. Ia masih sering pulang ke Sungailiat, menyapa tetangga, dan mengajar anak-anak di musala kecil.
“Kalau sudah pulang kampung, Dasuki tidak berubah. Masih seperti dulu, suka duduk di teras sambil ngajarin anak-anak ngaji,” tutur salah satu tetangganya.
Bagi keluarganya, prestasi Dasuki bukan sekadar medali atau piala. Itu adalah bukti nyata dari doa yang tak pernah putus.
Keberangkatan Dasuki ke Kroasia tahun ini menjadi simbol lebih besar dari sekadar kompetisi. Ia membawa nama Indonesia, Bangka Belitung, dan pesantren sebagai lembaga pendidikan yang mampu melahirkan generasi emas Qur’ani.
Dalam poster resmi keberangkatannya, tertulis doa penuh harapan:
“Semoga Allah mudahkan perjuangannya, diberi kelancaran, keberkahan, dan kemenangan bersama Kalamullah.”
Di balik doa itu, ada kebanggaan seluruh masyarakat Bangka Belitung yang merasa suaranya kini bergema hingga ke panggung dunia.
Kisah Ahmad Dasuki adalah cerita tentang konsistensi. Dari lorong kecil Sungailiat hingga aula internasional di Kroasia, ia membuktikan bahwa disiplin, doa, dan ketekunan adalah kunci menuju panggung dunia.
Ia bukan hanya hafidz, bukan hanya qari’, tapi juga simbol bahwa anak desa bisa berdiri sejajar di hadapan dunia dengan Kalamullah di dadanya.
Didi/Tim KBO.



