Infoombbsiberindonesia com.
Pangkalpinang — Anak perusahaan PT Timah Tbk, yakni PT Dok Air Kantung (DAK), kini berada di ujung tanduk. Perusahaan galangan kapal yang selama ini menjadi kebanggaan industri maritim Bangka Belitung itu kini dililit utang hingga Rp170 miliar kepada 145 perusahaan mitra yang kompak melayangkan somasi karena tak kunjung dibayar setelah menyelesaikan pekerjaan.
Sebagai bagian dari kelompok usaha PT Timah Tbk dan anggota Holding BUMN MIND ID, PT DAK bergerak di bidang ship repair, ship building, docking dan repair engineering, construction, serta pengadaan peralatan kapal. Perusahaan ini dikenal memiliki spesialisasi dalam pembuatan tugboat, barge, kapal isap, kapal cargo, kapal bor, hingga kapal patroli, dengan dua wilayah produksi di Bangka dan Lombok.
Namun di balik reputasi tersebut, kini tersimpan krisis besar di tubuh perusahaan yang berdiri untuk menopang sektor perkapalan milik PT Timah Tbk ini.
Menurut sumber internal yang enggan disebutkan namanya, kondisi manajemen PT DAK saat ini sangat memprihatinkan.
> “Ya, Bang. Ada 145 perusahaan mitra yang kompak melayangkan somasi kepada PT DAK dengan total hutang sekitar Rp170 miliar. Ada yang sudah dibayar sebagian, tapi banyak juga yang belum sama sekali,” ungkap sumber tersebut.
Utang tersebut mencakup jasa perbaikan kapal hingga pengadaan barang dan jasa selama lima tahun terakhir. Tak sedikit mitra yang mengaku terpuruk secara finansial karena modal kerja mereka tersendat akibat belum dibayarnya kewajiban oleh PT DAK.
Menariknya, di tengah persoalan pelik ini, gaji pegawai PT DAK kabarnya masih berjalan normal dan tidak terdampak langsung oleh krisis keuangan tersebut. Namun hal ini justru menimbulkan pertanyaan besar: dari mana sumber pembiayaan operasional jika utang terhadap mitra sudah mencapai ratusan miliar rupiah?
Sumber lain menyebutkan akar persoalan ini terletak pada buruknya tata kelola manajemen. Jabatan strategis di tubuh PT DAK hampir seluruhnya diisi oleh pejabat dari induk perusahaan PT Timah Tbk, mulai dari direktur utama, direktur operasional, general manager, kepala divisi, hingga para manajer.
> “Bayangkan, ini anak perusahaan tapi dikendalikan total oleh orang-orang induk. Akibatnya, tidak ada yang benar-benar memikirkan nasib PT DAK sendiri,” ujar salah satu mitra yang kecewa.
PT DAK Hadapi PKPU di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Krisis keuangan PT DAK kini juga bergeser ke ranah hukum. Berdasarkan informasi yang dapat diakses publik melalui laman resmi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, telah terdaftar perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dengan Nomor: 193/Pdt.Sus-PKPU/PN Niaga Jkt Pst terhadap PT DAK.
Permohonan tersebut diajukan oleh Kantor Hukum Victorius Law Firm, yang mewakili salah satu kreditur atau mitra usaha yang merasa dirugikan akibat tidak dibayarnya kewajiban oleh PT DAK.
PKPU merupakan mekanisme hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang memberikan kesempatan bagi debitur dan kreditur untuk merundingkan penyelesaian utang secara damai sebelum perusahaan dinyatakan pailit.
Dengan adanya permohonan ini, PT DAK secara hukum tengah berada dalam masa perlindungan sementara dari penagihan para kreditur, sambil menunggu apakah dapat tercapai kesepakatan perdamaian (rencana pembayaran utang) dalam waktu yang ditetapkan pengadilan.
Jika kesepakatan tersebut gagal dicapai, maka PT DAK berpotensi dinyatakan pailit, dan seluruh aset perusahaan akan berada di bawah pengawasan kurator untuk dibagikan kepada para kreditur sesuai ketentuan hukum.
Langkah hukum ini memperkuat dugaan bahwa manajemen PT DAK gagal total dalam menjaga kesehatan keuangan dan kepercayaan mitra.
UU BUMN Terbaru: Kerugian Anak Perusahaan Tak Lagi Dianggap Kerugian Negara Menarik untuk dicermati, berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2025 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), kini kerugian BUMN tidak lagi otomatis dianggap sebagai kerugian negara.
Artinya, kerugian yang dialami oleh PT Timah Tbk sebagai perusahaan induk, bukan merupakan kerugian negara, apalagi kerugian anak perusahaan seperti PT DAK.
Dengan demikian, apabila terdapat penyalahgunaan anggaran atau salah kelola dalam tubuh perusahaan, maka hal tersebut tidak lagi masuk ranah tindak pidana korupsi (Tipikor), melainkan kerugian korporasi (corporate loss) yang diselesaikan melalui mekanisme hukum korporasi.
Kini muncul pertanyaan besar:
Apakah PT Timah Tbk selaku induk perusahaan akan melakukan langkah penyelamatan terhadap anak usahanya PT DAK, atau justru membiarkan perusahaan ini dinyatakan pailit dan melelang seluruh asetnya untuk menutup utang kepada para mitra?
Dan bagaimana pula nasib ratusan karyawan PT DAK jika putusan pailit benar-benar dijatuhkan oleh pengadilan?
Catatan Redaksi
Sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 5 ayat (1) yang menyebutkan bahwa “Pers wajib melayani hak jawab dan melaksanakan prinsip keberimbangan dalam pemberitaan”, redaksi telah melakukan upaya konfirmasi kepada:
Direktur Utama PT DAK,Direktur Utama PT Timah Tbk, Cq Humas terkait somasi dari para mitra, kondisi keuangan perusahaan, serta langkah hukum PKPU yang tengah berjalan.
Namun hingga berita ini ditayangkan, redaksi belum menerima tanggapan resmi dari kedua pihak.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka (11) UU Pers, konfirmasi adalah bagian dari proses jurnalistik untuk memastikan akurasi, keberimbangan, dan tanggung jawab media dalam menyajikan informasi kepada publik@
Didi/ Zen Adebi.KBO babrl