Oleh: Hafiz Hanif
(Ketua Yayasan Hijau Biru Negeriku)
Infoombbsiberindonesia,com.
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) bersiap menorehkan sejarah baru dalam peta energi nasional. Melalui rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT) di Glasa, Bangka Tengah, daerah penghasil timah ini berpotensi menjadi pelopor energi hijau berbasis thorium pertama di Indonesia — sebuah langkah strategis yang memadukan ilmu pengetahuan, kesadaran ekologis, dan rasa syukur atas anugerah alam.
Mengelola Energi dengan Hikmah
Mengelola energi dengan hikmah dan keberlanjutan jauh lebih penting daripada sekadar memiliki sumber daya. Di tengah revolusi energi global, Indonesia dihadapkan pada ujian besar: bagaimana mensyukuri anugerah alam yang melimpah tanpa mengulangi kesalahan masa lalu — eksploitasi tanpa regenerasi, kemakmuran tanpa keadilan.
Bagi Yayasan Hijau Biru Negeriku, rencana pembangunan PLTT Glasa bukan sekadar proyek energi, tetapi sebuah ikrar moral bangsa untuk mengelola karunia Tuhan dengan cara yang beradab, ilmiah, dan berkeadilan.
Babel Sebagai Pelopor Energi Hijau Nasional
Sebagai proyek percontohan energi hijau nasional, Babel memiliki potensi besar melalui cadangan thorium yang melimpah dalam mineral monasit — limbah dari penambangan timah.
Teknologi Molten Salt Reactor (MSR) yang diusulkan untuk PLTT dikenal lebih aman, efisien, dan ramah lingkungan dibanding reaktor nuklir konvensional. Tidak ada risiko ledakan, tidak menghasilkan limbah radioaktif berumur panjang, dan mampu mendaur ulang bahan bakar secara berkelanjutan.
Di tengah krisis iklim, kelangkaan energi fosil, dan tekanan global terhadap emisi karbon, transformasi menuju energi bersih menjadi keniscayaan. Negara-negara seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang kini berlomba menguasai teknologi hijau berbasis thorium. Babel tidak boleh hanya menjadi penonton, melainkan harus menjadi pelaku utama perubahan.
Kedaulatan energi sejati bukan diukur dari seberapa banyak sumber daya yang dimiliki, melainkan dari sejauh mana bangsa mampu menciptakan nilai dan keberlanjutan dari sumber daya itu sendiri. Thorium memberi peluang untuk mewujudkan hal tersebut.
Partisipatif, Berkeadilan, dan Berakar Lokal
Pembangunan PLTT di Glasa harus dilakukan dengan pendekatan teknokratis, partisipatif, dan berakar pada kearifan lokal. Masyarakat perlu dilibatkan sejak tahap awal agar transisi energi tidak melahirkan ketimpangan sosial baru.
Energi hijau seharusnya tidak hanya menjadi milik industri besar, tetapi juga milik rakyat. Hanya dengan pelibatan publik yang nyata, kedaulatan energi dapat menjadi milik bersama, bukan slogan kosong.
Proyek PLTT Glasa dirancang bertahap mulai 2025, dengan target uji operasional pada 2030. Tahap awal akan diisi dengan riset, edukasi publik, pelatihan sumber daya manusia lokal, serta penguatan regulasi dan tata kelola.
Menjawab Tekanan Global dengan Syukur dan Inovasi
Ketika negara maju menekan negara berkembang untuk meninggalkan energi fosil, Babel memilih jalan yang berbeda: menjawab tekanan itu dengan syukur dan inovasi.
Memanfaatkan thorium berarti menunjukkan bahwa bangsa ini mampu beradaptasi bukan karena paksaan global, tetapi karena kesadaran ekologis dan spiritual. Babel tidak berkompetisi untuk saling menyaingi, tetapi berkolaborasi menciptakan harmoni antara manusia, teknologi, dan alam.
Serumpun Sebalai: Fondasi Moral Energi Hijau
Falsafah Serumpun Sebalai mengajarkan hidup dalam kebersamaan, bekerja dalam keseimbangan, dan memuliakan sesama. Nilai-nilai ini dapat menjadi fondasi moral pembangunan energi hijau di Babel.
Energi hijau sejatinya bukan hanya tentang listrik dan teknologi, tetapi tentang kesadaran baru manusia terhadap tanggung jawabnya pada bumi. Cahaya sejati tidak hanya datang dari teknologi, melainkan dari kebersamaan yang menerangi.
Babel dan Soft Power Energi Bersih Dunia
Energi hijau kini menjadi soft power global. Negara seperti Norwegia, Swedia, dan Kanada telah menggunakan reputasi energi bersih untuk memengaruhi kebijakan dunia. Babel pun berpeluang besar menjadi ikon energi berkeadaban di Asia Tenggara.
Jika Indonesia berhasil mengembangkan PLTT thorium berbasis nilai lokal, Babel akan dikenang bukan hanya sebagai penghasil timah, tetapi sebagai pelopor peradaban energi hijau.
Dari Babel, semangat syukur itu menjelma menjadi tindakan nyata: menggali potensi tanpa merusak, memanfaatkan sains tanpa kehilangan nurani.
Kedaulatan sumber daya alam sejatinya bukan hanya tentang kepemilikan, tetapi tentang bagaimana bangsa ini mensyukurinya. Dari syukur lahir kedaulatan, dan dari kedaulatan lahir peradaban.
✍️ Opini ini ditulis oleh Hafiz Hanif, Ketua Yayasan Hijau Biru Negeriku
🟩 Catatan Redaksi:
Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis. Redaksi TuahNews.com tidak bertanggung jawab atas isi dan pandangan yang tertuang di dalamnya.
Apabila ada pihak yang keberatan, berhak mengajukan hak jawab, koreksi, atau klarifikasi melalui WhatsApp Redaksi di nomor yang tertera pada Box Redaksi