Dr. (c) M. SUNANDAR YUWONO, S.H., M.H.
Praktisi Hukum Ketua K PIdsus, Waketum KPK Tipikor Pusat.
“Yang lemah diseret, yang kuat dilindungi.”
Infoombbombbsiberindonesia.com-Kalimat itu tak lagi sekadar kritik, melainkan kenyataan pahit dalam wajah penegakan hukum kita hari ini. Saat hukum hanya menjadi alat transaksi politik dan kekuasaan, maka keadilan menjadi barang mewah yang hanya dinikmati segelintir elite.
Hukum Bukan Lagi Panglima, Tapi Pelayan Kekuasaan
Dalam teori, hukum adalah panglima. Tapi dalam praktik, hukum tunduk pada selera pemilik modal dan kekuasaan. Banyak kasus hukum tak berjalan karena “disetir” kekuatan tak kasat mata. Bahkan, aparat penegak hukum kerap menjadi aktor politik—bukan penegak keadilan.
Yang menyedihkan, rakyat kecil sering kali hanya dijadikan obyek hukum, bukan subyek perlindungan hukum.
Politik Hukum yang Korosif
Politik hukum Indonesia saat ini mengarah pada penyesuaian aturan demi kepentingan kekuasaan. RUU penting seperti:
RUU Perampasan Aset,
RUU Perlindungan Data Pribadi,
RUU Kecerdasan Buatan,
terlihat stagnan atau dibahas setengah hati karena tidak sejalan dengan “agenda kekuasaan”. Sementara RUU yang menguntungkan elite bisa disahkan kilat.
Pasar Klontong Bernama Penegakan Hukum
Hukum hari ini bak pasar klontong: bisa dinego, bisa dipesan, bisa ditawar.
Ini bukan hiperbola, tapi realitas. Banyak keputusan hukum yang aneh, janggal, bahkan mencederai akal sehat publik. Hukum menjadi sarana kompromi, bukan penyelesaian konflik yang adil.
Aparat Hukum: Netral atau Netralisasi?
Netralitas aparat menjadi pertanyaan besar. Di satu sisi, kita ingin penegak hukum yang adil. Di sisi lain, kita melihat banyak kasus:
Kriminalisasi terhadap tokoh kritis,
Perlindungan terhadap pelaku korupsi berkekuatan politik,
Pengabaian terhadap korban yang tak punya “akses.”
Jika ini dibiarkan, maka hukum hanya akan menjadi ilusi, dan kepercayaan publik akan runtuh.
Reformasi Hukum: Jalan atau Slogan?
Sudah saatnya reformasi hukum dijalankan secara nyata, bukan hanya lips service. Apa yang harus dilakukan?
1. Lembaga hukum harus independen dari intervensi politik.
2. Penegakan hukum berbasis nurani, bukan hanya norma.
3. Masyarakat harus diedukasi agar paham hak-hak hukumnya.
4. Peran pers dan civil society harus dijamin untuk kontrol sosial.
Hukum untuk Siapa?
Hukum yang baik adalah hukum yang membela keadilan, bukan menakuti rakyat. Jika hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, maka negara hukum hanyalah topeng demokrasi.
Dan jika hukum terus dibeli oleh kekuasaan, maka cepat atau lambat bangsa ini akan kehilangan arah, kehilangan kepercayaan, dan kehilangan masa depan.
Saatnya kita bersuara. Hukum harus kembali pada rakyat.
Karena tanpa keadilan, hukum hanyalah kekerasan yang dilegalkan.